Kuringkas semua yang akan kusampaikan nanti diakhir
perjalanan ini, bukan sebagai kesimpulan karena tak ada yang perlu disimpulkan.
Ini bukan kisah semacam uji coba yang membutuhkan hasil akhir, yang harus
dinyatakan kesimpulannya dalam diagram atau bahkan tabel yang mungkin sulit
dimengerti namun mudah untuk dipahami. Ini adalah ‘k i t a’. Yang berspasi,
berjarak antar huruf k menuju i menyambut t dan berakhir a. Lihatlah,
jika diucapkan ‘k i t a’ terasa tak berjarak, namun segala yang terucap juga
akan tertulis, mungkin pendengar lain mendengar bahwa ‘k i t a’ begitu mudah
terbentuk, tapi untuk sebagian lain yang berperan sebagai pembaca ‘k i t a’
begitu susah untuk dibaca. Ada proses didalamnya, banyak arti dibelakangnya
yang tak benar-benar selalu ‘k i t a’ dengan arti bahagia.
Perjalanan yang kuringkas menjadi ‘k i t a’ membuatku
terkesan terlalu berani bagi sebagian orang, karena aku terlalu menantang untuk
mengibaratkan itu sebagai dugaan sementara dari kisah yang bahkan tak
kuinginkan ini. Aku mengejanya dengan susah, karena sesudah huruf k tak selalu
huruf i yang muncul seperti yang aku inginkan. Pernah kutemui huruf-huruf lain
yang mengikuti k, yang kusambung ternyata menjadi ‘k-ecewa’ tak berjarak,
begitu cepat terangkai. Begitulah ‘kecewa’ datang seberani aku menyatakan
dugaan sementara ini. Ku kira dengan menunggu agak lama, aku sudah menemukan ‘k
i t a’ disini. Ternyata aku terlalu percaya diri. Bahkan percaya diriku
berlebihan. Sayangnya aku hanya menyiapkan satu poin untuk dugaan sementara
yang selalu ku elu-elukan, itulah karena aku terlalu percaya diri, padahal itu
menjatuhkan. Aku runtuh mendapati kenyataan bahwa k yang kuharapkan ternyata
adalah ‘k-ecewa’. Perlahan aku membangun lagi, menjalani permainan untuk
mencapai ‘k i t a’. dan meskipun banyak jalanku yang kusembunyikan karena
lelah, diujung aku menemukan lagi k dengan teka-teki yang lain. Aku sempat
menyerah dengan permainan waktu, serasa begitu kecilnya aku mudah diombang-ambingkan
waktu, padahal ia tak terlihat bukan? Namun kuikuti terus, karena aku lah yang
harusnya mengatur waktu. Meskipun sekali lagi jawabannya bukan yang tepat. Kali
ini kutemui k milikmu dengan ‘kenyamanan’, bukan, itu bukan untukku. Begitu semangatnya
waktu mengajakku bermain. Begitu mudahnya ‘kenyamanan’ itu terbentuk.
Oh, Tuhan. Aku terlalu kecil ternyata untuk sebuah ‘k i t a’
ini. kusudahi meskipun belum sudah. Bukankah lebih baik mengganti ‘k i t a’
dengan kata lain, yang mungkin saja menjadi ‘khayalan’ atau ‘kekeliruan’
biarlah kutuliskan tanpa jarak. Supaya tak susah juga kau membacanya. Karena belum
pernah kutemui yang hilang mencari yang kehilangan. Bukankah kau yang
kehilangan satu tulang untuk rusukmu? Sungguh aku tak bisa mencari, karena aku
ditakdirkan sebagai tulang yang hilang dari rusuk. Bisa ku ringkas sekarang? Sebelum
aku beranjak dan keluar dari permainan yang rumit ini, waktu terlalu pintar
untuk ku kalahkan –dalam hal permainan ini- huruf- huruf lain terlalu susah
kutemukan.
Pada akhirnya akan kuringkaskan, bahwa permainan ini
memainkan otak, bahkan hatiku juga. Ada pasrah yang bermodus ikhlas pada
alam yang memegang kekuatan mutlak dibanding aku dan kau. Memisahkan dengan
mudah, menyatukan dengan teka teki dan pada akhirnya aku benar-benar kalah
setelah sebelumnya aku sempat menyerah meskipun sempat bangkit. Ini memang
belum penetapannya, tapi aku punya ringkas yang sementara, biarlah k yang sudah
kupunya menjadi ‘k-e-n-a-n-g-a-n’ tidak berjarak, tapi aku tak bisa
menyatukannya dengan cepat, butuh setengah waktu, butuh separuh perjuangan dan butuh sebanyak-banyaknya ikhlas untuk mengikatnya menjadi ‘k-e-n-a-n-g-a-n’.
Misalkan pun pada akhirnya akan berakhir menjadi ‘k i t a’
bisa saja itu bukan ‘k i t a’ yang diikuti bahagia. Jikapun ‘k-e-n-a-n-g-a-n’
yang kuringkaskan akan berubah. Biarlah kekuatanmu saja yang merubahnya,
mudahnya anggap saja bahwa kau sedang merevisi hasil dari uji coba, karena
tidak ada hasil yang sekali benar, bisa saja ‘k-e-n-a-n-g-a-n’adalah proses
dari ‘k i t a’ yang mungkin pernah kau harapkan juga. Bisa saja demikian, bisa
saja kupatenkan ringkas dari perjalanan ini. Namun bisa saja kuserahkan pada
alam lagi, yang mungkin saja bisa dikalahkan oleh kekuatan cinta jika kau
berniat.