Sabtu, 24 Januari 2015

my comfortable zone


Tanpa nama untuk sebuah garis yang tak sengaja terhubungkan. Ada kenyamanan untuk waktu yang kuingat lagi. karena merpati yang bertemu saat mereka terbang kearah yang sama adalah bahagia jika bukan hanya sekedar menyapa, tapi untuk terus berdampingan terbang, walau bukan menjadi sepasang, tetapi menjadi keinginan. Merpati itu akan sengaja terbang melewati tempat yang tak sengaja mempertemukannya dengan sebuah ‘keinginan’ yang dimaksudkannya. Ada rasa yang berbeda jika melewati garis itu, garis yang tak sengaja dipertemukan. Memangnya dia bisa melawan arah angin? Mengindar dari zona nyaman yang memang nalurinya inginkan.

Seperti senyaman saat malam itu ada hangat yang melekat diantara jemariku. Ada aroma nyaman yang tak tercium tapi sangat kurasakan. Kuat, tapi bukan aroma kebanyakan yang penciumanku dapat menebaknya. Saat itu aku begitu bodoh mengartikan apa semua itu. apa yang bisa aku lakukan ketika aku harus nyaman didalamnya. Hanya untuk satu malam saja kecupan dikeningku, hanya satu untuk terakhir. tapi haruskah berakhir tanpa sempat kita mulai? Aku bukan penjawab yang bijak jika logikaku tak bermain. Aku hanya pendengar yang bodoh untuk apa yang aku rasakan. Karena banyak pertanyaan yang mengambang diotakku, bukankah yang sudah saling menggenggam harusnya terus memeluk? Bukankah yang sudah memimpikan harusnya berusaha mewujudkan? Dan bukankah yang sudah mengucapkan i love you harusnya membangunkan jika matahari sudah mulai bersinar? Tapi aku hanya akan menjadi bodoh jika terus mempertanyakan kebersamaan yang diminta untuk kuikat. Karena jelas tak ada tali yang bisa mengikatnya.

Sesempat mungkin aku akan tetap menjadi pembawa kabar untuk pemilik yang abstrak itu. sejujurya kacamatakupun tak menyanggupi untuk menatap matamu. Karena aku tak tahu benar atau tidaknya kenyamanan yang aku rasakan. Tapi yang jelas terus ada rindu yang tak terucapkan karena sekarang aku tersingkir oleh senyum lain yang dia ciptakan dari bahagia yang lain. Tapi entahlah, masih ada keinginan sederhana untuk sekedar kembali dalam hujan yang mengembalikan hangat itu. ada secuil harapan bahwa meskipun kita berjalan bebas tak terikat, kita masih bisa kembali untuk mencari kenyamanan masing-masing dari kita masing-masing.

Karena yang dulunya jauh tak akan mengartikan apapun selama langit kita masih sama, kini sudah akan berubah ketika kita sudah dekat, langit kita pun sama, hanya saja dasar kita yang berbeda. Meskipun begitu ada ketidakmungkinan yang harus disyukuri, jika semua ini berbalik dari sisi nyatanya mungkin aku tak pernah akan mengenalmu, dan tak pernah ada kenyaman ini. sekarang biarkan saja mata yang dibalik kacamataku melihatnya. Sekarang pastikan saja waktu yang ada bukan habis kita lalui untuk mencari jawaban dari kalimat ‘bisakah untuk selamanya?’ waktu kita untuk bersama adalah sekarang, karena kita dipertemukan sekarang, maka kembalikan lagi kehangatan diantara jemariku itu, kita jalani yang sekarang dengan sebaik mungkin, lalu sebahagia mungkin. Setidaknya jika saatnya nanti kita memang tidak untuk bersama, tapi aku sudah mempercayakan waktuku untuk habis bersamamu, sampai sejarah menuliskan bahwa kita pernah saling sangat membahagiakan.