Jumat, 24 April 2015

Meski bukan untuk aku petik

Aku menemukanmu diantara semak belukar yang sering aku lalui. Diantara ruang yang selalu aku singgahi. Bukan hanya sekali aku melihatmu ditempat itu, sudah berkali-kali dan jariku tak cukup untuk menghitung pertemuan yang dulu tak berarti itu. Percakapan kita dulu pun jika digabungkan nada demi nada juga sudah bisa menciptakan musik yang menarik. Tapi semua itu dulu, sebelum aku mengerti apa arti ilalang yang kau beri, dan setangkai mawar merah yang kini sudah mengering. Seandainya aku menghargai setiap pertemuan dalam pertemanan kita dulu. Mungkin aku akan merekamnya erat meski bukan dengan kamera yang canggih. Seperti daun yang hampir kering, aku pernah melayang terbawa angin, tersesat padahal bukan ditempat yang belum aku datangi. Seperti kosong yang melayang diudara. Aku menikmati kekeringan dan kekosongan itu. aku melihat diriku yang jatuh dengan indah diantara cemooh dari ribuan suara.

Aku mengulang untuk berjalan dijalan yang sering aku lalui. Aku menikmati perjalanan itu, dan kemudian melihatmu seperti bunga yang indah diantara semak belukar. Seperti melihat warnamu bersinar terang dengan indah. Aku menikmati warna dan keindahan itu. Warna baru untuk kanvas kehidupan yang akan aku warnai. Dan keindahan baru untuk mata yang akan menangkapmu menjadi sebuah kisah. Meski aku tak boleh memetikmu dari sang pemilik yang tak aku ketahui. Tapi syukurku adalah bisa menikmati keindahan bumi bersama warna yang akan terpancar jernih. Karena cukup menjadi dadu yang akan dipermainkan waktu. Dan seperti terlihat tapi tak sadar. Aku ingin sekarang memanggilmu dengan sesukaku, merangkulmu dengan semauku, memarahimu dengan semua luapan emosiku, dan menceritakanmu meski bukan pada orang lain, tapi menyuarakanmu kedalam satu bab untuk buku kenanganku kelak, yang ketika aku rindu aku akan membuka dan membaca betapa kau sudah menggoreskan keindahan pada kanvas ini.

Hampir pagiku kunikmati dengan semangkuk rindu sebagai sarapan penghantar kegiatanku. Tapi sekarang seolah dimeja makanku adalah kamu yang menunggu diujung sana meski tak terlihat. Hampir aku menutup kisah untuk perjalanan yang melelahkan ini. Tapi aku menemukanmu sebagai pemetik kekonyolan yang aku ketahui. Karena sederhana yang kau maksud adalah aku dan kamu berjalan saling menggenggam sebagai pemberi bahagia untuk masing-masing jiwa dari mulai hanya sekedar ilalang hingga indah menjadi mawar.


Dan dari kisah ini, jemariku dikuatkan untuk menceritakan dengan lebih indah. Meski suara yang aku punya tak pernah sekuat jemari. Tapi aku sudah menyimpan saksi untuk apa yang aku katakan. Bukan dengan sembarang aku memilih waktu untuk dapat dihabiskan bersama. Tapi aku membagi sebagian waktuku untuk kuhabiskan bersama orang yang mencariku.