Senin, 25 April 2016

'k i t a' ?

Kuringkas semua yang akan kusampaikan nanti diakhir perjalanan ini, bukan sebagai kesimpulan karena tak ada yang perlu disimpulkan. Ini bukan kisah semacam uji coba yang membutuhkan hasil akhir, yang harus dinyatakan kesimpulannya dalam diagram atau bahkan tabel yang mungkin sulit dimengerti namun mudah untuk dipahami. Ini adalah ‘k i t a’. Yang berspasi, berjarak antar huruf k menuju i menyambut t dan berakhir a. Lihatlah, jika diucapkan ‘k i t a’ terasa tak berjarak, namun segala yang terucap juga akan tertulis, mungkin pendengar lain mendengar bahwa ‘k i t a’ begitu mudah terbentuk, tapi untuk sebagian lain yang berperan sebagai pembaca ‘k i t a’ begitu susah untuk dibaca. Ada proses didalamnya, banyak arti dibelakangnya yang tak benar-benar selalu ‘k i t a’ dengan arti bahagia.

Perjalanan yang kuringkas menjadi ‘k i t a’ membuatku terkesan terlalu berani bagi sebagian orang, karena aku terlalu menantang untuk mengibaratkan itu sebagai dugaan sementara dari kisah yang bahkan tak kuinginkan ini. Aku mengejanya dengan susah, karena sesudah huruf k tak selalu huruf i yang muncul seperti yang aku inginkan. Pernah kutemui huruf-huruf lain yang mengikuti k, yang kusambung ternyata menjadi ‘k-ecewa’ tak berjarak, begitu cepat terangkai. Begitulah ‘kecewa’ datang seberani aku menyatakan dugaan sementara ini. Ku kira dengan menunggu agak lama, aku sudah menemukan ‘k i t a’ disini. Ternyata aku terlalu percaya diri. Bahkan percaya diriku berlebihan. Sayangnya aku hanya menyiapkan satu poin untuk dugaan sementara yang selalu ku elu-elukan, itulah karena aku terlalu percaya diri, padahal itu menjatuhkan. Aku runtuh mendapati kenyataan bahwa k yang kuharapkan ternyata adalah ‘k-ecewa’. Perlahan aku membangun lagi, menjalani permainan untuk mencapai ‘k i t a’. dan meskipun banyak jalanku yang kusembunyikan karena lelah, diujung aku menemukan lagi k dengan teka-teki yang lain. Aku sempat menyerah dengan permainan waktu, serasa begitu kecilnya aku mudah diombang-ambingkan waktu, padahal ia tak terlihat bukan? Namun kuikuti terus, karena aku lah yang harusnya mengatur waktu. Meskipun sekali lagi jawabannya bukan yang tepat. Kali ini kutemui k milikmu dengan ‘kenyamanan’, bukan, itu bukan untukku. Begitu semangatnya waktu mengajakku bermain. Begitu mudahnya ‘kenyamanan’ itu terbentuk.

Oh, Tuhan. Aku terlalu kecil ternyata untuk sebuah ‘k i t a’ ini. kusudahi meskipun belum sudah. Bukankah lebih baik mengganti ‘k i t a’ dengan kata lain, yang mungkin saja menjadi ‘khayalan’ atau ‘kekeliruan’ biarlah kutuliskan tanpa jarak. Supaya tak susah juga kau membacanya. Karena belum pernah kutemui yang hilang mencari yang kehilangan. Bukankah kau yang kehilangan satu tulang untuk rusukmu? Sungguh aku tak bisa mencari, karena aku ditakdirkan sebagai tulang yang hilang dari rusuk. Bisa ku ringkas sekarang? Sebelum aku beranjak dan keluar dari permainan yang rumit ini, waktu terlalu pintar untuk ku kalahkan –dalam hal permainan ini- huruf- huruf lain terlalu susah kutemukan.

Pada akhirnya akan kuringkaskan, bahwa permainan ini memainkan otak, bahkan hatiku juga. Ada pasrah yang bermodus ikhlas pada alam yang memegang kekuatan mutlak dibanding aku dan kau. Memisahkan dengan mudah, menyatukan dengan teka teki dan pada akhirnya aku benar-benar kalah setelah sebelumnya aku sempat menyerah meskipun sempat bangkit. Ini memang belum penetapannya, tapi aku punya ringkas yang sementara, biarlah k yang sudah kupunya menjadi ‘k-e-n-a-n-g-a-n’ tidak berjarak, tapi aku tak bisa menyatukannya dengan cepat, butuh setengah waktu, butuh separuh perjuangan dan butuh sebanyak-banyaknya ikhlas untuk mengikatnya menjadi ‘k-e-n-a-n-g-a-n’.


Misalkan pun pada akhirnya akan berakhir menjadi ‘k i t a’ bisa saja itu bukan ‘k i t a’ yang diikuti bahagia. Jikapun ‘k-e-n-a-n-g-a-n’ yang kuringkaskan akan berubah. Biarlah kekuatanmu saja yang merubahnya, mudahnya anggap saja bahwa kau sedang merevisi hasil dari uji coba, karena tidak ada hasil yang sekali benar, bisa saja ‘k-e-n-a-n-g-a-n’adalah proses dari ‘k i t a’ yang mungkin pernah kau harapkan juga. Bisa saja demikian, bisa saja kupatenkan ringkas dari perjalanan ini. Namun bisa saja kuserahkan pada alam lagi, yang mungkin saja bisa dikalahkan oleh kekuatan cinta jika kau berniat.