Senin, 24 Agustus 2015

Aku meyakini ada keindahan untuk ‘kita’



Seperti yang pernah kutuliskan, aku ingin menjadi hujan yang menghadirkan pelangi. Aku ingin mengingat kembali mengapa aku memulai, mengapa aku mempersilahkanmu masuk tanpa syarat. Akan kuulang. Aku mencintaimu. Mencintai segala kenyamanan yang kurasa.

Untuk kesedihanmu aku miliki tangan dan pundak yang akan menyamankan. Meski tak seutuhnya gundahmu hilang dalam sekejap, setidaknya aku tak menertawakan kejatuhanmu. Selayaknya hujan yang memberi air membasahi tanah, selalu ada makhluk yang membencinya, sedangkan ada banyak nyawa membutuhkan hujan turun. Begitu mungkin hadirnya aku dulu, sebelum seutuhnya hatimu melekat padaku. Hingga kini, kita bagai langit dan bumi yang selalu beriringan kemanapun, yang bayangnya pun selalu diikuti matahari. Untuk langkahmu yang akan semakin jauh, aku punya ucapan yang tak pernah lelah untuk aku katakan. Dan untuk setiap pergimu, ada pintu yang selalu terbuka menunggu kepulanganmu walau entah darimana saja. Aku mungkin takkan terlelap hingga engkau tiba diperaduanmu. Itu masih kulakukan hingga kini. Dan setiap khawatirku, itu seperti ibu yang mengkhawatirkan anaknya ketika belum pulang. Untuk doamu, aku selalu memiliki ‘amin’ meski kusampaikan pada Tuhan-ku. Aku meyakini ada keindahan untuk ‘kita’.

Seperti biasa malam selalu mengindahkan tidur dengan segala mimpi indah, dan langit seolah bercerita dalam mimpiku bahwa ada kisah yang sudah hampir membosankan, sejenak saja aku terbangun, meski awalnya indah tapi itu akan menjadi nyata yang buruk jika terjadi. Aku ingin malam menceritakan kembali bagaimana aku jatuh cinta. Tidak justru diam dan mempersilahkan aku semakin mendiami aku didalam hal yang sudah sangat terlalu biasa. Membiarkan aku lelah bersandar pada dinding yang dingin. Padahal malam mengerti apa yang tak bisa aku ucapkan ketika aku mempersilahkanmu masuk tanpa syarat. Dan karena malam aku selalu ingin berada dalam ingatanmu. Bukankah seharusnya kisah ini tak boleh hampa? Untuk itulah malam harusnya memutar kembali alasan mengapa aku mengikatkan diri padanya.

Ada rindu dari kapal yang berlayar jauh ditengah laut, yaitu senja. Senja yang mengembalikannya ketepian, mempersilahkannya untuk tidur dan bermimpi tentang bagaimana pagi datang dan kapal harus mulai berlayar, meski berulang ia tak pernah bosan karena ada keindahan laut yang dilihatnya. Aku ingin begitu, melihat keindahan yang kita punya setiap kali kita mengingat alasan untuk jatuh cinta. Memutarnya kembali dilangit malam sebelum tidurku, karena ternyata aku pernah jatuh cinta. Jatuh cinta pada apa yang selalu dia katakan meski dulu belum saling menggengam padahal sudah menjaga melalui mata. Aku jatuh cinta pada apa yang tak pernah berwujud namun selalu menjadi hal yang aku rindukan. Hingga aku jatuh cinta pada apapun yang saling membuat kita marah karena cemburu. Dan seperti langit yang merindukan matahari setiap malamnya.