Senin, 22 Juli 2013

tak hanya aku atau tak hanya kamu, tapi KITA. Kelak.


Pelangi. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Berbeda? Ohh jelas. Tapi mengapa  mereka bisa menciptakan sebuah keindahan yang indah? Mereka bisa mengimbangi setiap mereka agar tidak terlalu mencolok. Mereka bisa melengkapi satu sama lain agar terlihat indah. Mereka bisa menerima kelebihan dan kekurangan dari kuat atau lemahnya warna mereka. Mereka tidak bersuara, tidak berbicara, tida melihat. Bahkan mungkin mereka tidak sadar bahwa mereka sudah saling melengkapi, sudah saling mengimbangi. Sementara kita ? aahh sudahlah. Mungkin kita belum bisa menjadi pelangi yang indah.


Aku berteman dan tertawa bersama mereka. Tapi apakah mereka juga tertawa bersamaku? Aku ingin tak hanya aku yang berhasil mendaki gunung, tapi aku juga ingin teman-temanku berhasil menaklukannya. Tapi apakah mereka juga berkeinginan seperti itu? Aku ingin tulus. Karna aku tahu tawa dan kerianganku ada pada mereka. 


Aku ingin seperti pelangi juga. Dengan perbedaan ingin menciptakan keindahan. Yang tak mencolok. Yang tak ada dominan dari warna-warna yang lain. Yang melengkapi. Yang mengimbangi. Aku tak mau gagal. Gagal menjadi teman yang baik. Gagal membawa pasangan perbedaanku menuju gunung. Aku ingin bersama mendaki gunung. Mengapa pelangi saja yang tak besuara, yang tak melihat, yang tak mendengar, bahkan tak merasa dapat menjadikan perbedaan mereka menjadi sebuah hal yang indah, hal yang selalu dinantikan sehabis hujan datang? 


Aku ingin meniru perbedaan pelangi, tapi aku tak ingin hadirku seperti pelangi. Yang datang pada saat hujan usai. Sementara saat langit indah dia tidak ada.


Hingga aku beranjak dari tempat ini mungkin aku sudah memiliki banyak hal yang berbeda dari diriku. Semua perbedaan yang aku ingin tata menjadi keindahan natural, yang bisa menerima lemah dan kuatku. Yang tak berfikir sebuah kado setelahnya. Yang tak berfikir bahwa kelak akan ada paket tiba dirumahnya setelah membantuku. Ketulusan. Itu hal yang mahal. 

Nyatanya aku membenci pertemuan yang harus memisahkan. Aku benci air mata yang harus kukeluarkan saat akan berpergian dari hidup mereka. Aku benci saat aku merasa gagal menjadi teman mereka. Saat aku tak mendapat tempat sebagai orang yang ingin membawa mereka keluar dari sesatnya jalan walau aku sendiri belum bangkit dengan sempurna. Walau aku sendiri belum mampu menciptakan sebuah menara. Walau aku belum bisa menancapkan tiang dengan kibaran merah putih di Gunung Mahameru. Tapi apa salahnya jika aku ingin bangkit bersama mereka. Apa kurangnya jika aku ingin membangun menara dengan kekuatan mereka. Apa lemahnya jika aku ingin kakiku membawaku ke puncak tertinggi itu bersama langkah mereka. Aku gagal. Gagal karna tak ada tempat untukku sebagai orang yang ingin mengajak mereka melangkah lebih jauh, dan jauh lagi...




“berharap kelak tak hanya aku atau tak hanya kamu, tapi KITA. Kelak.”






NV.Simanjuntak
-palembang, juli 2013

Sabtu, 20 Juli 2013

aku objek pengganggumu (?)



“sayang, kamu terlalu baik untukku. Aku takut mengecewakanmu karna nanti dismester depan aku sibuk, aku takut nggak bisa nyediain waktu buat kamu. Maaf, kita harus putus, aku mau fokus sama kuliah aku.” 

Begitu pesan singkat yang aku terima malam itu, tepatnya malam minggu. Aku kaget, bagaikan tersentak bangun dari mimpi indahku. Benarkah? Nyatakah? Mengapa? Semudah itu? Padahal baru sebulan lalu kita merayakan anniversary kita yang pertama. Apakah ini kesialan dari bulan ke13 untuk kita? Salah. Untuk aku. Kamu yang bersama aku yang selama itu. Yang sudah memberikan harapan bahwa semua akan selalu begini, sebelum semua menjadi buruk.  Kamu juga berhasil memebuat aku merasa bahwa tidak akan ada orang lain yang akan masuk kedalam hatiku, karna pintunya telah kau tutup dan kuncinya slalu kau bawa kemanapun kau mau.

Bayangkan, bisakah alasan itu kuterima dengan logis? Mungkinkah memang begitu kenyataannya? ‘fokus kuliah’ aku masih bingung, apakah selama ini aku menjadi bagian dari hal yang salalu mengganggu aktifitasmu? Berarti selama ini aku menjadi penghalang jalan impianmu. Aku roboh. Aku retak. Hancur dan serasa tak miliki arti serasa hina, jika ternyata semua memang begitu. Samampuku aku menerima alasan mengapa kau ingin akhiri. Air mataku bahkan tak habis menerima kenyataan yang cukup menyakitkan ketika aku tau, bahwa benar kau ingin fokus kuliah, tepatnya fokus sama objek yang ada dikuliahmu. Ya wanita itu. Yang ternyata setelah 8 minggu semuanya berakhir kau sudah menggantikanku dengan wanita itu dalam hidupmu. 

Secepat itukah ingatanmu luntur terhadapku? Lupa akan semua yang pernah kita lewati dalam setahun lalu? Salah. Tepatnya 13bulan. Itu sakit, sakit sekali. Saat aku memang mengira bahwa aku menjadi pengganggu dalam kefokusanmu hingga aku membenci diriku sendiri karna hal itu. Ternyata aku salah. Aku terlalu pintar menjadi orang bodoh yang menghujat diriku sendiri, karna kamu. Kamu yang tak pernah berfikir bagaimana aku yang belum bisa menerima semuanya berakhir sementara kau sudah dengan yang lain.

Hari ini tepat 25 minggu semuanya berlalu. 25 minggu lalu awal dari mimpi buruk yang masih jelas kronologinya dalam hidupku. Begitu sulit semuanya hingga aku juga masih terpuruk disini dengan semua janji yang pernah kau ucapkan dulu. Itulah alasanmu meninggalkan aku dengan janji yang mungkin kau rangkai dulu sebelum kau ucapkan padaku agar terkesan manis hingga aku ingin selalu mengenangnya sepanjang malam sebelum tidurku. Semua kalimat yang tertuju seolah bahwa takkan pernah ada lagi yang lain dalam hidupmu, tapi ternyata aku salah, salah dari semua kebenaran cinta yang kujaga jauh didalam hatiku.

Masih pantaskah aku merasakan rindu? Masih bolehkah aku mengingat dulu? Rindu ucapan selamat tidur sayang darimu. Rindu candaanmu. Aku sakit. Sakit yang tak berwujud, yang tak tau dimana letak pusat sakitnya. Karna tak hanya hatiku yang mersakan sakitnya tapi sudah semua bagian dari raga dan tubuhku merasakan sakit yang luar biasa itu, jiwakupun sudah mampu merasakan sakitnya. Bahkan hingga semua orang yang mengenalku memberikan suntikan vitaminpun aku masih juga terasa lemah. Aku butuh waktu untuk semua ini. Untuk menerima alasan kefokusanmu dikampusmu itu. Kita saat itu tak jauh. Tak juga lelah jika kita meniatkan langkah untuk selalu bertemu. Tapi mengapa semua terasa jauh, itulah pertanyaanku dalam perjalan pulang setiap hariku dari kampus yang membuat kita sebenarnya dekat. Dan ternyata kefokusan kuliahmu-lah yang menjadi alasan. Alasan mengapa aku menjadi pasien dari dokter yang tak berwujud, yaitu waktu. Waktu yang akan menyembuhkan sakit yang tak berpusat ini. Sakit yang menyembunyikan luka yang tak tau bagaimana wujudnya.

Sekarang dalam kalender hidupku aku melingkari tanggal saat aku pertama kali menjadi wanita yang ternyata akhirnya akan kau sakiti, 18. Itu akan menjadi tanggal duka bagiku...
Semoga memang kali ini kuliahmu tak terganggu oleh objek lain yang membuatmu tidak fokus, tidak seperti aku, yang katamu akan mengganggu kefokusanmu, kak ian...



NV.Simanjuntak
palembang

senyumku sepuluh bulan lalu

sepuluh bulan lalu, saat awal semuanya terajut hampir memulai cerita yang akan menceritakan kau dan aku akan menjadi kita dalam bayanganku. sepuluh bulan lalu setelah kuingat semua tentangmu, setelah aku mengenalmu hingga aku sulit menghapuskan memori tentangmu, tentang apa yang pernah terjadi dalam canda tawa kita dulu. sayang itu hanya dulu. sebelum sesuatu datang hingga mampu memutarkan haluanmu beranjak dari arah menuju aku, aku yang pernah hampir menjadi tujuanmu berjalan melangkah dengan semua harapan yang mungkin saat itu akan mampu aku wujudkan bersamamu. 
aku masih duduk disini, ditempat waktu kau memberikan isyarat bahwa kau hendak berjalan menuju kearah itu. sepuluh bulan semua telah berlalu, bahkan selama itupun aku belum mampu menemukan penghapus baru, belum mampu menuliskan hal baru bahkan sampai mereka (temanku) mungkin bosan mendengar cerita tentangmu, sementara aku, aku lah orang yang tak pernah bosan menceritakan tentangmu, walau hanya pada lembaran kertas yang kupunya yang tak bersuara memberikan komentar apapun.
Aku miliki ribuan bahkan mungkin hingga jutaan kata yang dapat kurangkai yang tersimpan dimemoriku yang jika aku mau dapat kugunakan untuk menceritakan semua tentangmu, walau jelas kenyataan itu terpampang bahwa tak satupun dari semua yang kutulis dapat kau baca. aku miliki rasa yang utuh yang kujaga erat untuk mencintaimu lebih dari sekedar indah seperti layaknya cerita kehidupan dalam sebuah judul FTV, tapi kau tak pernah merasa bahkan tak pernah melihatnya.
Aku tidak lelah. Aku belum lelah. Dan mungkin aku tak ingin lelah. Jika seandainya aku telah lelah mungkin aku tak disini lagi dengan semua cerita-cerita yang kutuliskan hanya tentangmu. Memang menurut mereka aku terlalu bodoh, harus menunggu sekian lama dengan harapan yang tak pasti dan tak jelas wujudnya. tapi itu semua karna aku terlalu pintar menjaga rasa yang dengan tak sengaja telah tumbuh liar dihatiku, rasa yang tak pernah sedikitpun kau beri harapan untuk kau sambut.
Apa cinta harus disalahkan jika pada akhirnya aku menjadi korban dalam penantian ini? Apa cinta dapat bertanggungjawab, jika akhirnya aku mati dalam harapan sia-sia ini? Ini hanyalah sebagian dari naskah kehidupan yang harus dijalani. SAKIT. Tapi tidak untuk aku yang menjalaninya dengan perasaan yang akupun tak tau berapa luasnya.
Jamnya memang berputar dan anginnyapun terus berganti, tapi entah mengapa rasaku tak pernah berganti. Sepuluh bulan lalu, awal perkenalan kita. Awal semua penantian ini terjadi. Aku ignin tersadar bahwa kau hanya mendekati dan mungkin tak miliki tujuan untuk menuju kearahku.
Setiap hari yang kupunya sedikit waktunya kusisihkan untuk mencaritahu tentangmu, mencari kabrmu. Mereka bilang ini penderitaan dalam sebuah mimpi yang tak tau kapan akan terbangun. Yang tak tau kapan akan berakhir hingga mereka memprediksikan bahwa aku akan mati dalam penantian tolol ini. Akupun ingin menyalahkan prediksi mereka, tetapi hentah mengapa bahwa keyakinanku membawaku percaya bahwa suatu saat nanti dia akan tau bahwa ternyata ada aku disini, maka dia akan kembali. Dia akan melihat aku disini, diam, dan duduk sambil ternsenyum menantinya datang dari kejauhan.
Aku bisa saja tak menginginkan semua ini, tapi aku juga tak mampu pungkiri apa yang tersirat, yaitu keinginan untuk menanti. Karna ini cukup. Karna membayangkan hidup bersamanya saja sudah cukup membuatku senang, karna membayangkan hidup bersamanya dalam bahagia aku dan dia saja sudah cukup mampu membuat letihku hilang dalam penantian tak terarah ini..
 
nv.simanjuntak
_Palembang

Selasa, 16 Juli 2013

dia hanya buku, buku yang menyakitkan


Alam mungkin memang tak mengizinkan aku memiliki apa yang aku mau, untuk saat ini. Semakin aku merasa bahwa sampulnya begitu indah bahkan sangat indah maka semakin aku memulai membuka lembarannya hingga aku tiba didaftar isinya yang juga menarik. Dan aku meneruskan keingin mengetahui isinya, aku buka lagi lembar tiap lembarnya, perlahan aku membaca semakin aku tertarik semakin kuat rasa ingin memilikinya.
Hingga aku sampai pada bab yang begitu membuat aku merasa rendah, merasa kecil, merasa benar-benar wajar jika dia tak ingin untuk kupelajari. Bab itu membuat aku berfikir apakah sebaiknya aku meletakkannya lagi pada rak tempat ia memang berada. Dia begitu indah, begitu lebih dari aku yang tak hanya siapa-siapa, bahkan bukan apa-apa jika dibanding dengan apa yang ada didalamnya yang begitu luar biasa.
Bab itu serasa menamparku tiba-tiba. Membangunkan aku dari mimpi indah yang memimpikan semisal aku memilikinya dan hidup dalam dunia sambil aku mempelajarinya. Mempelajari bagaimana bisa sepertinya. Aku merasa kecil, seperti tak punya apa-apa, seperti orang yang paling malang saat aku membuka isinya hingga saat aku membacanya, itu luar biasa, luar biasa membuat aku ingin berhenti membaca dan meletakkan kemampuanku untuk membaca dan mempelajari apa yang ada pada tiap lembaran yang aku temui, bahkan tidak hanya dia, bahkan untuk semua, semua yang pernah kulihat, semua yang pernah menarik hatiku. Yaa.. untuk semua!!!
Pada bab itu aku disadarkan bahwa memang aku belum pantas untuk mempelajarinya. Dari bab itu juga aku bisa menyimpulkan sebatas mana kemampuanku dan apa alasannya hingga dia begitu susah untuk kupelajari dengan keterbatasanku. Bahwa bukan aku. Dan memang bukan aku!!! Aku merasa Isi awal tiap lembarnya hanya pancingan untukku meneruskan membukanya, dan agar aku tersadar secara kasar dari ketidakpantasanku untuk mempelajarinya, untuk menguasainya. Sepilu itukah? Kurasa demikian pilu. Demikian pilu bagi aku yang terlanjur menajatuhkan perhatian padanya. Kesulitan ini belum mampu kupelajari. Aku butuh waktu untuk melupakannya sejenak, untuk mempersiapkan kemampuanku mempelajari hal yang begitu sangat lebih dariku, lebih indah dan lebih sulit dariku.
Kelebihannya sungguh belum mampu menerima kekuranganku yang memang kurang jika dibanding dengannya. Buku itu terlalu sulit. SUNGGUH sangat sulit..

nvs.borjun
_Palembang