Selasa, 28 Januari 2014

ketika aku menulis lagi | kehilangan lagi

Ketika aku menulis lagi. Ketika aku miliki lembaran baru yang kosong dan bersih belum terisi, aku masih buta akan huruf-huruf yang dulu ku kenal yang ku pakai untuk merangkai kisah yang pernah terlalui, yang tak sengaja berlalu. Semua memang berubah, seperti awal dan seperti bayi yang baru menginjak usia berjalan, tidak tahu apa-apa sebelumnya tetapi ingin tahu apa-apa. Begitu juga aku, jiwa yang (sengaja) tidak tahu apa-apa yang telah berlalu. Selayaknya komputer aku ingin meng-instal ulang otak dan memori ku, agar segala yang pernah ada, semua yang pernah terlintas dapat berlalu dan aku menjadi manusia baru dengan otak yang masih kosong untuk di isi tentang apa pun. Ini akan menjadi terahkir kali menulis tentang bagaimana aku ketika sempat melalui jalan kelam yang tak bercahaya itu. Yang pernah dengan sengaja membawaku pada arus yang tak sesuai dengan segala arah yang sebenarnya akan ku tuju. Kini aku tak tahu apa musik yang aku sukai, bahkan mungkin tidak ada yang aku sukai. Karna hatiku mati setelah aku masuk pada buku yang baru yang harus ku isi dengan kalimat-kalimat ini. Begitu lah mungkin yang harus aku lalui. 

Setelah setahun kepergianmu dengan segala kenangan yang akan ku kenang walau harus teriring air mata yang tak pernah ku inginkan. Dari sini aku melihat sendiri pembuktian dari alasan yang terlontiar memisahkan kita setahun lalu itu. Kta demi kata yang kau ucapkan itu perlahan melukai dan memberi bekas yang sampai sekarang sulit aku lupakan tetapi aku sudah biasa dengan keadaan ini. Biasa walau tanpa kabar darimu, biasa walau tak lagi melihat senyummu, walau harus menyambut mentari tak lagi dengan ingatan tentang indahnya kita dulu. Ini setahun berlalu luka yang sengaja waktu goreskan disini, di jiwa yang sejujurnya waktu itu tak ingin lepas darimu, tak ingin pergi walau kau sudah tak menginginkanku lagi, walau segala tempat dihati sudah bersegelkan namamu, dan hanya kamu saat itu tetapi kenyataan harus segera menjemputmu dari hati yang kusediakan untukmu waktu itu. Semua terekam jelas dan begitu jelas dengan tiap tetes air mata yang pernah aku teteskan untukmu, perkenalan yang berawal dari gedung megah sekolah itu, yang membuat kita menyatukan perasaan dan merangkai tiap kenangan yang mungkin indah jika kita tetap bisa menjaganya hingga saat ini, tapi sayang kau yang  ku kira fotografer terhebat tak dapat menjaga fokus bidikan hatimu hanya untukku saja, kau bahkan melepaskan jubah fotografermu pada saat meninggalkanku dengan tanda tanya besar yang saat itu tak dapat diterima logikaku.

Terimakasi setahun kenangan indah yang pernah kita lalui, dan terimakasih setahun lalu luka yang mulai aku torehkan. Hingga sekarang aku membentuk hati yang lebih kuat, menjadi wanita yang lebih mengerti bahwa aku pernah salah mengiramu, fotografer yang ku kira hebat dengan fokusmu membidik yang saat itu ku kira hanya aku saja objeknya. Lihatlah wanita yang kau tinggalkan setahun lalu, kini dia terbentuk menjadi wanita kuat yang tak lagi menangisi kenyataan bahwa aku tak lagi bersamamu. Mungkin memang jalan kita berbeda dan arah kita tak searah. Walau dulu kita memaksakan agar seluruh hatimu dan hatiku saling memberi tetapi takdir kita tak sejalan dijalan ini. Dijalan yang mempertemukan kita. Maka dijalan ini pula lah kita harus dipisahkan oleh apa yang mempertemukan kita dulu. Bukan aku tidak pernah merasa sakit dan terpuruk pada kenyataan yang begitu perih ini, hanya saja aku sudah terlalu menikmati sakit yang kau gambarkan jelas didepan mataku bahwa ternyata objek fokusmu tak hanya aku saja. Tidak hanya itu, airmataku pun bukan lagi tak menetes menangisi saat aku lemah dulu, tetapi kini ia mengalir karna aku bersyukur bahwa tak terlalu jauh aku menjadi objekmu yang salah. Lukiskanlah apa yang ingin kau lukis, dan gambarkanlah apa yang tersirat dalam benakmu. Karna sudah sejak sesaat kau berlalu, akupun pergi dari tempat biasa kita bertemu, aku pergi dengan sakit itu, dan dengan hati yang pernah mencintaimu, dulu.   Jika setahun yang lalu aku kehilanganmu, maka hari ini aku juga merasakan hal yang sama, benda kecil yang begitu berarti, dia yang menjadi saksi kemana kaki melangkah sejak aku mengenalmu, dekat denganmu, bahkan setelah berpisah denganmu. 

Senja ditapal batas pelangi, beruntung sekali bahwa langit 27 januari tahun ini tak seperti langit 27 januari tahun lalu. Tapi itu tak berarti apapun, karena kehilangan yang kurasa sama seperti tahun lalu. Walau mungkin yang hilang tahun ini tidak se-menyakitkan tahun lalu. Jika dulu aku sempat menangis karna kehilanganmu, maka sekarang aku panik dan begitu takut ketika merasakan kehilangan juga. Padahal dia lebih setia dari pada engkau. Tepat sekali seprti malam pada januari setahun lalu pada tanggal 27-nya kenangan itu kembali mengingatkanku bahwa kehilangan adalah hal yang menyakitkan. Setahun ini aku mampu berjalan sendiri. Aku tidak tahu, mungkin bagimu menyakitiku adalah hal yang biasa saja, padahal sakitnya luar biasa. Dengan tak sengaja kau sudah membentuk pribadiku menjadi kuat, kau hanya melihat apa yang kutunjukan diluar saja, tanpa kau pernah tahu bagaimana perasaanku, padahal dulu kau begitu pandai membaca perasaanku. Hari ini peringatan setahun luka yang dulu kau berikan. Biarlah ini menjadi terakhir kalinya aku menceritakanmu, karna sekarang hati yang sudah hancur olehmu dulu sudah membaik dan terbentuk menjadi hati yang utuh. 

Aku tidak bermaksud melupakanmu, tetapi aku akan membiasakan diri melihat dirimu dengan pandangan yang berbeda. Selamat mengenang satu tahun sakit yang bermula dari fokusmu, aku sudah terbiasa menjadi wanita sesendiri ini agar aku tak rasa lagi sakit yang sama  yang kudapat darimu. Dan jika aku harus tersakiti lagi, setidaknya sakit itu tidak lagi sama dan tidak darimu.