Aku takut jika aku lupa bagaimana cara mencintai kamu yang
diam disudut itu. Karena sudah terlalu lama aku hanya bisa sekedar mendoakanmu
dari jauh sini. Bahkan hingga usiaku bertambah, tak sedikitpun perubahan
keadaan kita menjadi baik. Masih diam. Dingin dan tidak bergerak peredarannya.
Aku begitu kuat dengan bungkamku dalam lautan rasa yang masih kujaga walau
mungkin kamu tak pernah tahu. Aku belajar menjadi fans fanatic yang ingin
mencari tahu segala sesuatu tentang apapun itu yang berkaitan denganmu. Aku berusaha
menjaga amarah kecemburuan yang tak sadar ini. Aku berusaha menjadi pelengkap
dalam segala ceritamu
Seperti tepat setahun lalu, ternyata ada lensa yang pernah
menyorot gambar kita berdua, sore hari ditengah antara angin dan matahari sore.
Bisa saja aku menceritakan dengan lengkap kisah sore itu, tapi aku ingin
menyimpannya saja untuk kebahagiaanku saja, dan aku ingin kau menebaknya. Kapankah
itu, dan bagaimana keadaan sore itu. harusnya aku diam, seperti kamu yang
pandai sekali men-diam-i keadaan ini. Dan semestinya aku juga tak bicara banyak
tentang perasaanku setelah kejadian sore itu hingga yang terjadi sampai saat
ini. Tapi dengan begini maka aku akan mengabadikanmu dari ujung jemariku, dan
belajar mengingatmu selalu dalam otak dengan kata demi kata yang aku susun rapi
Beberapa bulan setelah setahun yang lalu dibawah gerimis
malam itu, dengan balutan kain merah dan hitam aku menjadi saksi bahwa ternyata
aku semakin jauh tertinggal dari kereta kuda yang kau tumpangi, aku hanya
sebagian kecil rakyat yang melihat tuannya semakin naik ke tahta yang semakin
tinggi. Tak sadar seolah aku tak pernah takut akan langit malam, waktu itu. Ternyata
aku berhasil melawan rasa takut akan kegelapan dan datang sebagai saksi baru
untuk kisah yang baru yang semakin menjauhkan aku dari rasa yang kau ajarkan
untuk aku jaga
Hingga beberapa bulan lalu aku masih ingat jelas, dengan
pakaian yang sama dan suasana yang sama, kembali aku melawan rasa takutku untuk
sekedar melihatmu bersinar dibawah langit malam. Sekali lagi kuperjelas, aku ingin
menjadi pelengkap dalam segala ceritamu. Tapi sayang kau hanya sekedar
membacanya dan tak pernah ingin tahu siapa yang ada dalam kisahmu itu. Padahal
dulu kau yang selalu mengajarkan aku bagaimana cara untuk mencintaimu, dari
segala cara yang membawaku keluar dari tempat gelap yang tak pernah kuinginkan,
dari caramu memperkenalkan aku keindahan hidup dalam rasa syukur yang tak
pernah henti, dan dari caramu menjaga aku yang dengan mudahnya mau menyusuri
malam berdua denganmu yang belum lama kukenal waktu itu. Tapi itu dulu (bagimu)
Tapi yasudahlah. Mungkin semua belum begitu siap dengan
waktu yang dipersiapkan Tuhan untuk kita. Dan juga aku masih nyaman diam
mencintaimu dalam doa. Setidaknya aku belum lelah mencintaimu dalam doa
yang diam-diam kudoakan. Karena awalnya kau mengajarkanku berdoa untuk hidup
yang lebih baik, maka kini aku ingin mendoakanmu agar keadaan ini menjadi baik
untuk ‘kita’
Aku takut jika aku lupa apa alasanku mendoakanmu, selalu. Karena aku menemukan keindahan ketika mataku terpejam, tanganku menggenggam namamu, dan hatiku berbisik tentang alasan mencintaimu. Aku tidak akan memberi titik diujung kisah ini, karena aku
tak ingin semuanya sampai pada titik yang ada dalam kisah ini saja. Aku tak
butuh titik sebelum semua kisah yang pernah ada sudah mampu ku mengerti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar