Senin, 26 September 2016

anganku memang 'sekedar'

Matahari semakin dekat denganku, ketika aku terbangun dari mimpi tentang kita yang masih sama sebelum aku memejamkan mata. Jika kau tanya aku lebih menyukai malam atau siang, maka kujawab aku menyukai keduanya. Hanya, jika saja aku bisa melewati itu denganmu, menghabiskan malam dengan memimpikan masa depan kita, dan meneguk siang dengan merancang pondasi untuk bangungan masa depan kita. Karena saat itu aku sadar, aku dan kamu masih sebagai perancang yang terpisah oleh lautan.

Kau tak menahanku ketika akan meninggalkan kota tempat kita menghabiskan waktu hanya dengan mengunjungi toko buku, karena kau tau bahwa ada yang mengikat ketika aku sudah terpikat. Kita sudah menghabiskan waktu dibawah kota yang tak berawan ini, harusnya akan terasa panas tetapi setiap detiknya adalah sejuk untuk hatiku. Dan saat itu tiba, ketika aku harus meninggalkanmu untuk jarak beribu kilometer ada separuh yang hilang entah kemana. Tapi senyummu memberi pesan, bahwa kau akan menunggu dan baik-baik saja. Meskipun tak setiap saat ku habiskan dengan menikmati makanan yang kau buat, entahlah saat itu aku sedang jatuh sejatuhnya dalam cinta atau karena kau memiliki resep rahasia, yang jelas aku menikmati cinta yang sederhana ini.

180 malam dan siang ku nikmati tanpa melihat jelas wajahmu, meskipun sebelumnya sudah pernah kita lalui hal semacam ini, tapi tetap saja ada pilu rindu yang mengiris. Purnama sempat berubah, namun di telepon yang ku genggam suaramu tak pernah berubah. Sungguh ada kesungguhan yang menginginkanmu sekali saja mengantarku ke toko buku di negeri Jiran ini. Tapi kuasaku bukan sepenuhnya menguasai, tetap saja aku kalah dengan mimpiku yang terus mengolok.

Hingga pada saatnya aku yang menertawakan mimpi, karena berhasil mengindahkannya. Aku kembali, dan melihatmu denagn senyum dan tatapan yang sama. Orang yang menungguku disini, menantikan kepulanganku untuk sekedar merenung ketika malam tiba.

Pada saat itu kehadiranmu seperti kaca mata untuk mata yang sudah tak jelas lagi melihat, kau memperjelas penglihatanku. Aku berharap begitu. Namun ternyata purnama mengajakmu berubah, memberikanku kaca mata gelap membisukan mataku dan membiarkan aku berteriak. Aku meninggalkanmu meski kau sudah menunggu lama, aku menambah jarak kita dan menghindari toko buku yang sering kita kunjungi. Aku mengalahkan emosimu dengan amarahku yang lebih besar, lebih besar dari rasa cinta yang sudah lama aku pupuk.

Sekarang bolehkah aku sekedar memiliki angan untuk rindu padamu? Pada kotak bekal yang kau bawa untukku, pada toko buku yang kita kunjungi, pada setiap lagu yang kita dengar? Sekarang bolehkah aku mencemooh diriku yang berhasil lepas dari ikatanmu namun tak terarah lagi langkahku. Atau bolehkah aku membenci jarak yang membuat purnama dan kamu menjadi tak lagi sama.


Sekarang tolong jelaskan, bagaimana malammu dan siangmu yang kau habiskan dengan yang lain?