Harusnya jika kau cinta dia, jangan tutupi hal itu dari aku
yang terlebih dulu mencintaimu. Padahal aku seringkali menciptakan tawa
bersamanya, sering menceritakanmu padanya, sering meminta pendapatnya tentangmu
yang aku cintai. Tapi ya sudahlah, kita memang pernah menjalani jalan yang
berbentuk hati ini, meski itu tlah berlalu, meski aku hanya akan menjadi masa
lalumu. Aku tak mencurigai mengapa kau meninggalkan aku ketika sedang
cinta-cintanya aku padamu. Bahkan aku harus membagimu dengan Tuhan, dan
merelakanmu memilih jalanmu sendiri. Haruskah kuperjelas bahwa saat itu aku
sedang cinta-cintanya padamu? Aku measa gagal menggapaimu ketika kau lebih dulu
digapai oleh keindahan tutur kasih Sang Pencipta, yang sudah menghadirkanmu ke
bumi ini, hingga aku menjadi penyair melalui goresan gambar yang ku sambungkan
titik demi titiknya, yang menggambarkan wajah yang selalu mendamaikan ketika
aku sedang gusar.
Wajar saja jika kau menjadi pusat pelabuhan hati para Adam
lainnya selain aku. Keindahan parasmu terlihat walau sebagiannya selalu
tertutup. Dan wajar pula dia juga mencintaimu, kawan sepermainan yang kadang
menjadi pemeran pendukung dalam tawa yang selalu ku-tawa-kan. Dan wajar pula
mungkin kau juga menyimpannya dalam-dalam, bahwa kau mengaguminya jauh sebelum
aku berhasil menjadi pemilik sementaramu, Aisyah. Jika sekarang kau memintaku
untuk memintamu dengan baik pada malaikat tanpa sayapmu, mungkin imanku saja
belum cukup untuk menjadi alas pemintanya, tapi cinta yang mulai kusucikan
untukmu kelak sudah kujaga, walau mungkin belum bisa kupastikan bahwa kelak
cinta itu akan kau terima lagi. Seperti yang kau pinta dari aku, merelakanmu
pergi bukan karna dia atau mereka, tapi karna janji dan pengabdian sebagai umat
yang meluruskan jalan-jalan hidupmu, aku merelakannya demi cinta yang pernah
kau ajarkan padaku, meski kini dengan segala akar yang kuat tertanam, aku harus
beranjak pergi walau sesungguhnya aku sudah tumbuh kuat pada hatimu.
Aku akan mengalahkan kemunafikanku, dimana mulutku berkata
tidak sementara hatiku iya. Mungkin hatiku sempat berniatkan menjadikanmu untuk
tempat persinggahan terakhir, dan memimpikan bahwa kelak aku akan berani
memintamu dengan halal dihadapan orangtuamu, dan menjagamu selain Tuhan kita. Tapi
aku memahami hatimu yang lebih mempercayai Dia untuk menjagamu, maka aku mundur
dengan harapan bahwa kelak akan ada masa dimana kita bisa bersatu lagi. Tapi bukan
berarti aku pernah menyangka bahwa posisiku akan tergantikan oleh dia.
Kumohon jangan biarkan aku menjadi bungkam dalam tumpukan
amarah kecemburuan yang kutahankan melihatmu dengannya,jika kau yang memintanya
agar aku sepenuhnya merelakanmu maka aku rela, tapi jika kau diam seolah tak ingin
aku pergi, bantu aku meredakan kecemburuan yang mungkin sudah tak berarti lagi
ini.
Ternyata sekarang aku bukan lagi Abi untuk Aisyah. Aku bukan lagi
sebagai pecinta Aisyah. Tapi jika garis tangan yang sudah digariskan oleh Sang
Khalik pada tanganku adalah berujung padamu, maka biarlah nanti aku sebagai
halalmu menggenggam tanganmu dan menyempurnakan iman ibadahku bersamamu. Yakinkan
aku bahwa kelak akan ada hak-ku untuk memiliki, jika bukan engkau maka kelak
wanita itu harus menyerupai engkau, Aisyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar