Memang tak seperti mereka yang bisa menari bersama
setiap pasangan hidup yang sekedar hanya ada sebagai pelengkap sebuah nama. Tapi
aku. Aku rela dewasa menjadi celaan karna perasaan yang selalu kusimpan tanpa
tahu kapan waktunya untuk mengungkap. Bahkan hingga pelangi tak lagi menghias
langit, dan ketika senja tak bertemankan matahari aku masih saja menyimpannya
jauh didalam yang aku punya. Harusnya kau tahu, bahwa aku sudah tak punya lagi
kumpulan kata yang bisa merangkai betapa seluruh hati hanya berharap pada satu
nama saja. Aku tidak bisa membohongi malam yang ketika itu bertanya,
mengapa engkau bertahan dalam sepimu. Itu karna sesungguhnya aku masih
mendengar keramaian-keramaian yang tak pernah hilang, hanya aku yang bisa
merasakannya bahwa aku merasa nyaman ketika keramaian itu menderu dalam jiwaku.
Keramaian-keramaian dari sebagian langit yang memberikan hujan tanpa pelangi.
Keramaian dari pohon yang berbunga tanpa membuahkan buah yang manis. Itu lah
keramaianku, yang hanya aku dapat memaknainya. Damai ketika mendengar suara
hujan yang turun seolah me-nina-bobo-kan aku yang terkadang lelah, sementara
hujan itu tak menitipkan pelangi.
Jangan biarkan aku menjadi seperti bulan yang tak
berkawan dilangit malam itu. Yang gelap tanpa sinar dari sudut lain. Dia tak
akan begitu indah dengan sinarnya sendiri. Tak akan begitu terang dengan sinar
yang dipancarkannya sendiri. Datanglah, temani bulan itu, jadilah bintang yang
memberi warna lain pada gelapnya langit malam itu. Walau sungguh dia mampu
sendiri, tapi dia tak begitu indah bila tanpamu. Sama seperti wanita itu. Yang menunggumu
walau habis segala daya yang dia punya. Walau hampir enyah segala harap yang
disimpannya. Hingga wanita itu terkesan hina karna masih saja berharap padamu
yang akan menjadi pelengkap keindahannya. Mungkin baginya kau seolah
tersimpan diantara semua yang tak berwujud yang membunuh sebagian senyum yang
harusnya tumbuh merekah setiap paginya. Langkahnya sudah berlari dari garis yang
dahulu, dari kecaman yang tersurat pada langit malam yang terkadang
menggambarkan kesan hina pada diri gadis itu. Matanya tak cukup kuat untuk
menahan pandangan yang selalu ingin memandangmu, begitu juga hatinya yang
meniatkan ingin merangkai nada agar tawanya senada dengan tawamu, walau dia
tahu hanya mereka (temanmu) yang bisa mengambil sebagian kecil keindahan itu.
“Aku mampu melihat gadis itu dari jauh, tak seperti
kamu yang pernah mengajaknya kemudian meninggalkan gadis itu hidup dalam tanda
tanya tentang ke-jauh-anmu yang tiba-tiba itu. Aku mampu melihat pandangan
tajam matanya. Seandainya fokusnya itu mampu kau lihat, mungkin hatimu pun akan
luluh dalam ketulusan hati yang menjaga cinta hanya untukmu. Bahkan ketika dia
mengetahui bahwa ada gadis lain yang mengundangmu untuk datang kerumahnya dan
diam bersamanya kelak, dia merasa semakin menjadi kecil dan perlahan mati dalam
harapan besar akan memilikimu. Ini yang disampaikan wanita itu, pesan yang
menjelaskan perasaan yang sempat kau pancing dengan umpan sederhana tetapi dia
membalasnya dengan cinta yang sempurna.”
‘Aku bukan wanita yang mampu mengungkapkan perasaan
yang kurasa
Aku hanya ingin mencintaimu dengan caramu mendekati
aku.
Bukan dengan sederhana caramu, melainkan dengan
sempurna hatimu.
Aku mencintaimu dengan ikhlas jika kau tak
memandangku lagi, jika matamu tak melihat kearahku lagi.
Maka kubiarkan dirimu bebas memilih, walau cinta
lain tak bisa bebas menghampiriku’
Mungkin aku tak bisa menjelaskan beruntung atau
tidaknya kau bisa membuat dia jatuh cinta padamu, tetapi ketahuilah, gadis itu
seringkali meneteskan air mata dalam hatinya dan pasti sakit yang dia rasakan lebih sakit dibanding dengan tangis yang meneteskan air mata pada pipinya, seringkali dicerca mulut-mulut
lain yang tak pernah tahu betapa besarnya perasaan yang dijaga hanya untukmu. Tapi
kau, yang seolah memancingnya untuk memfokuskan hati hanya untukmu kini seolah
menjauh tanpa alasan yang jelas. Banyak pemancing dengan umpan lebih yang
mendekatinya, tapi dia hanya memilih pemancing sederhana dengan umpan sederhana
pula, yaitu ‘kau’. Baiklah, dia yang bernafas, yang menghirup udara
karna dia memiliki hati dan menghembuskannya untuk kerelaan hati. Dia menghirup
udara segar Tuhan ini karna didalamnya bercampur hembusan tawa dari setiap
mereka yang berarti, termasuk engkau, dan menghembuskannya untuk melepaskan segala rasa yang
sempat tertahan walau tak dapat terucap oleh ucapannya. Biar nanti bahagia
yang bercampur tawa itu datang sendiri tanpa perlu dia menjemputnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar