Sabtu, 19 April 2014

sayangnya aku bukan hiasan langit juga

Bintangnya semakin bersinar. Cahayanya semakin merekah. Terpancar ke tempat tanpa batas. Sementara aku hanya dapat melihatnya dari kejuhan. Dengan penuh harap bahwa bintang itu akan jatuh dihadapanku. Tapi itu mustahil bagi aku yang tak layak berbanding dengan bintang yang semakin besinar itu. Walau bukan pada langit kelam tapi mataku masih mampu melihatnya, dan hanya sekedar melihat saja tanpa untuk menyentuhnya. Tanpa berharap untuk lebih bahwa aku dapat memiliki seutuhnya sinar itu. Membayangkan sekedar lebih dari keindahan sinarnya saja, aku yang hanya seorang biasa ini tak layak.

Cari lah apa yang belum terpenuhi.
Kejarlah apa yang sudah berlari.
Jika aku bagian dari hal yang belum memenuhi sinarmu, datanglah!
Aku masih menanti cahaya itu semakin merekah diatasku.
Tetapi jika tidak, maka redupkanlah sinar yang sempat kau bagi untukku,

agar aku lekas beranjak pergi.

Bukan aku menyerah dengan keadaan yang semakin tidak mungkin ini. Tetapi aku pasrahkan semua pada alam yang menguasai langit tempatmu bersinar. Pada bumi yang memantulkan lagi pancaranmu kepenjuru yang tak bersudut ini. Sempatkan lah menyapaku. Walau aku tak seindah hiasan langit lainnya. Apa-lah aku yang tak lebih dari sekedar penghuni bumi ini. Yang hanya mampu menikmati sinarmu saja. Yang hanya bisa melihatmu dari kejauhan sementara kau sedang besinar dilangit sana.
Memandang langit berhias bintang sepertimu saja sudah bagai hal sederhana yang berubah menjadi indah bagiku.

Bahkan ketika rindu menjelma utuh dalam hatiku, aku hanya miliki kata yang kurangkai menjadi sebait doa yang kutitipkan pada malaikat Tuhan. Yang melihat, yang mencatat setiap kenangan yang sempat kita ciptakan tanpa sengaja. Tetapi langit dengan sengaja merekam tiap adegannya.
Aku bahkan tak tau kapan rindu ini akan runtuh dari hatiku. Meski sesering itu aku memandangi sinarmu dilangit. Tapi itu hanya memungkin mataku yang tak merasakan rindu itu lagi. Tapi tanganku belum menyentuh sinarmu, dan hatiku belum menyapa senyummu.

Hanya aku yang bertahan disini, tanpa kesibukan apapun selain sibuk mengenangmu. Menjaga pandangan hanya untuk memandangmu. Itu bahkan tak lebih sulit dari melangkahkan kaki untuk menjauh dari bayangan yang tercipta dari sinarmu. Tapi aku memilih tinggal dalam kenangan, bernafas dengan tangisan, dan menunggu dengan kenyataan yang berbanding terbalik dengan harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar