Senin, 14 April 2014

tangan mereka sempurna untuk tidak menerima aku

Aku menjelma menjadi seorang gadis yang lemah dilabuhan cinta kita. Kita sudah seirama mungkin tak ada lagi perbedaan yang tak bisa kita terima. Aku dan kau. Tercipta dan lahir untuk tinggal dibumi beratapkan langit ini. Bertemu tanpa pernah kita rencanakan, mencintai tanpa pernah kita paksakan. Aku mungkin berhasil melukis senyum seindah langit senja waktu itu, dimana hanya kita yang paham akan arti kesederhanaan cinta yang kita jaga. Otak kita tak mampu lagi menghitung betapa banyak kenangan yang sudah kita lewati, jemari kita juga sudah tak mampu lagi menghitung langkah serentak yang kita ciptakan, hingga kita sampai pada titik dimana kita ingin mewujudkan mimpi yang indah agar tak sekedar mimpi belaka. 

Kita terpisah. Dimana kau harus menghadapi orangtuamu, dan aku menunggu. Bukan tangis yang harusnya aku dapat. Setelah sesulit apapun jalan mampu kita hadapi. Tetapi kita terhenti, karna tangan mereka tak terbuka untukku. Tak menyambut aku dengan kasih sebagai kekasih Putra Mahkotanya. Ini bukan mimpi buruk, ini kenyataan yang harus dilewati sebagai bagian dari hidup yang memang mengajarkan keihklasan untuk mencintai. Apakah sesalah itu perasaan yang aku jaga untuk sebuah kebahagiaan duniaku? Aku hanya mencintaimu dengan sederhana. Tidak menginginkan lebihnya dari sebuah materimu. Bahkan ketika alam mempertemukan kita dibawah langitnya, aku tak mengenalmu tak memandang yang ada dibelakangmu. Aku wanita sederhana dengan cinta yang sempurna. Dan sesempurna itu tangan mereka tak menerima aku yang sederhana ini.

Kita tak bisa paksakan daun jendela menutup yang bukan jendelanya. Itulah kita. Aku tak seindah langit senja yang selalu kita lewati bersama, yang selalu kita saksikan bersama. Mimpi kita menjadi mendung bagi hatiku. Mengoyak harapan diatas kasih lembut yang kujaga untuk sebuah tali kesucian cinta. Dengarlah hatiku tak lagi hanya merintih, bahkan jika ada kata yang lebih perih dari sekedar merintih, mungkin itu lah perasaanku saat ini. Menjaga yang ternyata bukan untukku.

Mengertilah. Sekuat apapun kita memaksakan egois perasaan kita, itu tidak akan berhasil. Aku mencintaimu karna mereka mendidikmu dengan kesempurnaan senyum yang selalu kunikmati. Dengan lembut cintamu. Bijaksanamu. Bahkan dalam kasih yang kau ajarkan untukku. Itu bukan karna mampu-mu, itu semua karna kasih sayang mereka lebih besar dari cintaku. Aku mencintaimu dengan kasih yang juga diajarkan orangtuaku, tetapi aku melepasmu karna aku berterimakasih untuk orangtuamu. Untuk orangtua yang membesarkan Putra Mahkota yang mampu membuatku bertahan dalam keadaan sakit apapun. Untuk orangtua yang mendidikmu hingga aku bisa merasakan kebahagiaan walau itu bukan untukku.

Dan lihatlah langit yang kini kita punya akan menjadi kelam, menjadi benar benar gelap. Karna kita tidak lagi sama-sama bersinar. Aku tidak akan lebih indah jika sinarmu juga tak memancarkan kecerahan pada langitku. Ini kebahagiaan titipan yang sengaja orangtuamu biarkan untuk aku rasakan. Kini sudah saatnya mereka meminta kembali titipan itu. Kau bukan pinjaman kebahagiaan, tetapi waktu kebersamaan kitalah yang ternyata selama ini aku pinjam dari mereka yang mendidikmu lebih dari apapun. Aku melepasmu karna aku juga mencintai orangtuaku. Aku tak lebih berharga dibandingkan dengan kehadiran mereka. Dan sambutlah lambaikan tangan yang menjadi simbol kehancuran mimpi-mimpi kita.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar