Aku menjelma menjadi seorang gadis yang lemah dilabuhan
cinta kita. Kita sudah seirama mungkin tak ada lagi perbedaan yang tak bisa
kita terima. Aku dan kau. Tercipta dan lahir untuk tinggal dibumi beratapkan
langit ini. Bertemu tanpa pernah kita rencanakan, mencintai tanpa pernah kita
paksakan. Aku mungkin berhasil melukis senyum seindah langit senja waktu itu,
dimana hanya kita yang paham akan arti kesederhanaan cinta yang kita jaga. Otak
kita tak mampu lagi menghitung betapa banyak kenangan yang sudah kita lewati,
jemari kita juga sudah tak mampu lagi menghitung langkah serentak yang kita
ciptakan, hingga kita sampai pada titik dimana kita ingin mewujudkan mimpi yang
indah agar tak sekedar mimpi belaka.
Kita terpisah. Dimana kau harus menghadapi orangtuamu, dan
aku menunggu. Bukan tangis yang harusnya aku dapat. Setelah sesulit apapun
jalan mampu kita hadapi. Tetapi kita terhenti, karna tangan mereka tak terbuka
untukku. Tak menyambut aku dengan kasih sebagai kekasih Putra Mahkotanya. Ini bukan
mimpi buruk, ini kenyataan yang harus dilewati sebagai bagian dari hidup yang
memang mengajarkan keihklasan untuk mencintai. Apakah sesalah itu perasaan yang
aku jaga untuk sebuah kebahagiaan duniaku? Aku hanya mencintaimu dengan
sederhana. Tidak menginginkan lebihnya dari sebuah materimu. Bahkan ketika alam
mempertemukan kita dibawah langitnya, aku tak mengenalmu tak memandang yang ada
dibelakangmu. Aku wanita sederhana dengan cinta yang sempurna. Dan sesempurna
itu tangan mereka tak menerima aku yang sederhana ini.
Kita tak bisa paksakan daun jendela menutup yang bukan
jendelanya. Itulah kita. Aku tak seindah langit senja yang selalu kita lewati
bersama, yang selalu kita saksikan bersama. Mimpi kita menjadi mendung bagi
hatiku. Mengoyak harapan diatas kasih lembut yang kujaga untuk sebuah tali
kesucian cinta. Dengarlah hatiku tak lagi hanya merintih, bahkan jika ada kata
yang lebih perih dari sekedar merintih, mungkin itu lah perasaanku saat ini. Menjaga
yang ternyata bukan untukku.
Mengertilah. Sekuat apapun kita memaksakan egois perasaan
kita, itu tidak akan berhasil. Aku mencintaimu karna mereka mendidikmu dengan
kesempurnaan senyum yang selalu kunikmati. Dengan lembut cintamu. Bijaksanamu. Bahkan
dalam kasih yang kau ajarkan untukku. Itu bukan karna mampu-mu, itu semua karna
kasih sayang mereka lebih besar dari cintaku. Aku mencintaimu dengan kasih yang
juga diajarkan orangtuaku, tetapi aku melepasmu karna aku berterimakasih untuk
orangtuamu. Untuk orangtua yang membesarkan Putra Mahkota yang mampu membuatku
bertahan dalam keadaan sakit apapun. Untuk orangtua yang mendidikmu hingga aku
bisa merasakan kebahagiaan walau itu bukan untukku.
Dan lihatlah langit yang kini kita punya akan menjadi kelam,
menjadi benar benar gelap. Karna kita tidak lagi sama-sama bersinar. Aku tidak
akan lebih indah jika sinarmu juga tak memancarkan kecerahan pada langitku. Ini
kebahagiaan titipan yang sengaja orangtuamu biarkan untuk aku rasakan. Kini sudah
saatnya mereka meminta kembali titipan itu. Kau bukan pinjaman kebahagiaan,
tetapi waktu kebersamaan kitalah yang ternyata selama ini aku pinjam dari
mereka yang mendidikmu lebih dari apapun. Aku melepasmu karna aku juga
mencintai orangtuaku. Aku tak lebih berharga dibandingkan dengan kehadiran
mereka. Dan sambutlah lambaikan tangan yang menjadi simbol kehancuran
mimpi-mimpi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar