Aku meluapkannya dalam kosa kata, bahkan melebihi apa yang
selalu aku gambarkan melalui kata-kata. Kususun sesederhana mungkin untuk
menceritakan dia yang begitu tak sederhana lagi. Ketika dia memahami mengapa
aku masih diam, walau tak sekata pun aku ucapkan untuk mengungkapkan mengapa
aku masih diam disini, sementara aku sudah menyuruhnya untuk pergi. Hanya saja
senyumnya yang tak mampu pergi, dan hanya itu alasan mengapa aku masih diam
disini. Tak sempurna bukan alasanku? Karna memang awalnya kumulai mencintai dan
menunggunya karna kesederhanaannya dulu.
Kita pernah berjalan dibawah langit malam dengan sinar bulan
penuh seperti malam ini. Tepat setahun lalu. Tepat bulan ini. Dan pada malam
bulan purnama juga kita melalui tiap meter jalanan disana. Tapi mungkin dia
sudah lupa.
Tanganku mulai kaku untuk merangkai apapun tentang kami
dulu, mungkin itu semua karna aku sudah lelah dengan kesabaranku. Aku melihatnya
selalu menjadi bagian pandanganku setiap harinya. Bahkan pribahasa roda pasti
berputar itu juga berlaku untuk perasaan yang tak sadar kapan bertumbuhnya. Ya.
Dan kini aku sedang berada dibawah sekali. Dan sakit sekali. Tetapi sekarang
semua sudah menjadi biasa dan bisa ku atasi. Dengan liar dia sudah menebarkan
apa yang akan ditumbuhkannya.
Jika kau sempat untuk melihatnya, ku mohon
lihatlah sebentar saja langit malam ini.
Disana sedang bersinar terang bulan
yang bulat penuh,
Lingkarannya seolah menjebakku,
seperti lingkaran yang aku rasakan,
Berjalan hanya pada bulatnya
saja tetapi keindahannya selalu terpancar.
Lingkaran itu lah jalanku, tak
berujung, tak tau kapan pula akan berhenti,
Yang aku tahu hanya berjalan
dilingkaran itu.
Sangat tidak menguntungkan bagi
mereka yang berfikir dengan logika.
Tapi kali ini aku dirajai
perasaanku.
Hingga aku sulit untuk menghentikan langkahku
yang semakin ringan untuk melangkah terus, dan terus lagi.
Tapi selayaknya bulan yang
memiliki lingkran penuh, dan terlihat keindahan sinar dari lingkaran itu, seperti
itu juga yang aku rasakan,
Walau berjalan dialur yang
itu-itu saja, tapi aku mampu merasakan keindahan.
"Bahkan kebosananku adalah
keindahan itu."
Jejak kakiku sudah menebal dijalan itu, belum aku tinggalkan,
tetapi malah semakin kuperjelas lagi. Bahkan ketika kau sudah meninggalkan
jejak dan kenanganmu dilingkaran ini, aku masih berusaha menunggu. Hingga aku
mungkin telah merasa bosan. Lalu mencoba melepaskan perlahan apa yang secara
tidak langsung kau minta untuk aku jaga dulu. Aku tak ingin menjadi pengganggu
pikiran sibukmu. Dengan segala hal yang tertumpuk dimeja kerjamu. Dengan segala
jadwal yang tersusun didinding kamarmu. Maka aku akan mengurangi sedikit beban
pikiranmu. Agar tidak merasa bersalah. Agar tidak merasa berhutang. Maka ketika
perlahan langkahmu menjauh, dan ketika itu pula perlahan perasaanmu memudar. Aku
sudah paham maksudmu.
Aku serahkan semuanya pada alam yang dipakai Tuhan untuk
mempertemukan kita, dan biarlah alam pula yang dipakai untuk memisahkan kita. Setidaknya
aku mengerti kekuatan cinta didalam doa, dan keindahan mencintai melalui getar
nada doa yang kuciptakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar