Aku bahkan tidak tahu
apa yang akurasakan malam ini, seperti tak miliki apapun untuk menghilangkan
sepi setelah semua berubah. Mungkin kita harus merasakan hal yang membosankan
ini. Sendiri. Entah itu hanya perasaanku saja atau memang begitulah nyatanya. Ini
bukan gedung tanpa penghuni, setelah aku melewati pintu megah itu harusnya aku
tidak lagi merasakan sepi seperti sebelum aku masuk kedalam gedung ini. Tapi
itu perkiraan yang salah. Aku melihat banyak yang melintas didepanku, tapi
entahlah, itu semua tak memebuatku merasa aku berada ditempat yang ramai. Tak
jauh aku berjalan, aku melihat tempat duduk disudut ruang pertama yang aku
masuki. Aku duduk, kemudian mengeluarkan gadgetku. Tidak ada hal lain yang aku
lakukan selain mendengarkan musik.
“...Because
a girl like you is impossible to find It's impossible..”
“fall for you by
secondhand serenade”
Aku tersentak. Aku
langsung melihat kesampingku. “itu lagu kesukaanku juga, liriknya yang aku
suka” sambungnya lagi. Lelaki putih bersih itu membuatku kaget, entah menagapa
dia bisa mendengar musik yang aku putar sementara aku memakai headphone.
Mungkin volume musik yang kuputar terlalu besar, hingga dia bisa mendengar dan
aku juga tak sadar bahwa dia sudah duduk disampingku. Aku masih diam. “aku Iyan,
aku sering melihatmu datang kesini, dan aku semakin sering datang ketempat ini
untuk sengaja melihatmu.” Aku tak pernah melihatnya, aku tak tahu dia siapa.
“Ooh..” jawabku singkat karna aku tak perduli.
“aku tahu sakit yang
kamu rasain sebulan yang lalu. Aku baca blogmu, kamu riri kan?”
“kamu?? Siapa? Tahu apa
tentang aku?” aku semakin cemas, aku berusaha mengingat tapi memang rasanya aku
tak pernah bertemu orang itu, aku tak tahu siapa dia, dan itu adalah kali
pertama aku melihatnya. “jangan heran, aku teman orang yang selalu kau sebut
Mr. Jelo. Tapi memang kita tidak pernah bertemu sebelumnya” spontan aku melihat
ke arahnya. Mr. Jelo?? Orang itu?? Seakan semua memori tentangnya terulang
kembali, semuajelas kronologinya. Dan pria itu (Iyan) berhail membuatku mengingatnya
lagi. “aku sudah berusaha melupakannya” harusnya dia tahu seberapa sakit saat
itu, dan harusnya dia tak usah menceritakannya lagi padaku. “baiklah, aku tidak
bermaksud untuk mengingatkanmu pada masalalumu. Boleh aku menjadi temanmu?” aku
sebenarnya tak butuh teman untuk memebuat hatiku pulih, tapii ya sudahlah. “apa
istimewanya aku hingga kamu mau aku menjadi temanmu?”. “Aku tak melihat
keistimewaanmu, karna itu lah aku ingin menjadi temanmu”.
“Baiklah, kita
berteman, alasanmu tak bisa ku tolak, karna semua orang berhak untuk saling
mengenal”.
***
Setelah pertemuan itu
kami sering pergi bersama, tertawa selantang yang kami bisa, berjalan sejauh
yang kaki kami sanggup. Semua seperti teman atau bahkan sahabat. Setahun
setelah pertemanan itu, Iyan menawarkanku untuk menulis sebuah novel. Kebetulan
dia pemilik pertecakan ternama dikota ini, dan kebetulan tim kreatif kantornya
menerima tulisanku. “Ri, kamu harus menulis dari sekarang, aku percaya
tulisanmu nggak kalah bagus dengan tulisan-tulisan lain”. Itu kalimat yang
diucapkannya. Dan aku menerima tawaran itu, karna hatiku masih menunggu Mr.
Jelo, aku berfikir dengan aku menuliskan semua yang aku alami itu akan membuat
Mr. Jelo yang tiba-tiba menghilang itu dapat kembali lagi. Aku mulai menuliskan
semuanya, aku menulis namanya, cerita tentangnya. Dan Iyan pun menerima tulisan
itu dengan baik, dia tidak merasa risih dengan sikapku yang terus-terusan masih
menuliskan tentang Jelo. Aku hanya diberi waktu tiga bulan untuk menyelesaikan
novel itu. Dan selama itu waktuku bertemu Iyan pun berkurang, dan sebagai teman
yang baik Iyan mengerti karna ini juga tanggungjawabku pada kantornya. Aku
menceritakan bagaimana pertemuan singkat yang selalu membekas itu, bagaimana
pesan-pesan singkat kami. Dan akau memasukkan puisi yang kutulis untuk Jelo
saat itu, seolah aku lupa bahwa aku pernah sakit karna pria itu, aku menulis
ceritanya dengan bersemangat sekali.
Sesuatu
yang kurasa, yang menjadi pertanda yang tak mampu aku bohongi dari mataku
Akan
kah terwujud semua mimpi bahagiaku tentangmu
Mencoba
memulai senyum karna bayangan bahagia bersamamu kelak akan nyata
Untukmu,
dan mungkin hanay bersamamu, merajut cinta dibalik kelopak mataku, seolah kau
mengajakku berdansa dikerajaan cinta kita kelak
Entah
mengapa, tiap detik jantungku hanya berdetak untuk namamu
Lamunanku
pun enggan memisah dari bayang senyum indah diwajahmu, sore itu.
***
Belum genap tiga bulan
novel itu sudah selesai kukerjakan. Setelah aku melaporkan pada pihak kantor,
Iyan berencana ingin mengadakan launching buku pertamaku itu. Seminggu kemudian
dikantor sudah banyak dikerumuni wartawan dari berbagai stasiun televisi dan
koran serta majalah. Semua orang tahu bahwa kantor Iyan memang kantor besar dan
proyek yang dikerjakan disana pasti top,
itulah yang membuatku awalnya minder untuk menulis dibawah naungan kantor Iyan.
“Aku menamainya ‘Jendela Derita’ karena aku
menderita tapi tak seperti kelihatan menderita. Aku sakit tapi tak terlihat
dimana sakitnya. Seperti jendela, kadang tertutup kadang juga terbuka. Pada
saat terbuka seolah dia sedang bahagia, tapi pada saat tertutup kita tidak bisa
melihat apa yang sedang dia rasakan. Jendela tak selamanya dibuka, dia juga
harus ditutup, seperti hati ini, tak hanya harus merasakan bahagia, tetapi juga
harus tahu bagaimana rasanya sakit.” Begitu penjelasanku saat ditanya oleh
wartawan mengapa aku memberi judul ‘jendela derita’. Setelah acara launching
tersebut, aku dan Iyan pergi ketempat yang sering kami datangi sebelum tiga
bulan penulisan novel itu. Disana dia bertanya, apakah tujuanku menulis sudah
tercapai. Tentu dia tahu jawabannya. Tidak.
“Ri, apa kamu masih
terus inget tenteang Jelo?”
Sentak aku menoleh
kearahnya “kenapa kamu menanyakan itu lagi? Moment ini terakhir aku akan
mengingatnya, dan setelah ini aku ingin melupakannya, kau tahu kan sakit yang
aku rasakan, dia menghilang saat semuanya begitu indah, meninggalkan aku tanpa
alasan.”
“itu bukan keinginannya
Ri, sakit yang kamu rasakan ngga sesakit yang dia rasain waktu itu. Kalo dia
tahu kamu sakit karna dia, mungkin dia akan memilih untuk tidak mengenalmu.”
“maksudmu apa Yan?” aku
semakin bingung setelah mendengar ucapan Iyan, pertanyaanku mengapa dia pergi
tanpa kabar saja belum terjawab hingga kini, dan sekarang sudah muncul lagi
pertanyaan baru.
“Dia manusia biasa Ri,
sama kayak kita, diciptakan oleh Tuhan, bukan kehendak kita yang jadi dalam
tiap rencana hidup kita, tapi kehendak Tuhan, dia ngga bisa menghindar dari
yang namanya takdir. Setahun lalu, kami dikagetkan dengan kabar bahwa Jelo
mengidap penyakit, tapi kita semua ngga dikasih tahu, bahkan orangtuanya. Dia
memilih diam dengan keadaan yang cuma dia aja yang tahu gimana sakitnya, gimana
susahnya dia nahan sakit itu. Kita tau kalo dia sakit setelah semuanya makin
parah. Tapi saat itu dia masih sempet bilang ‘aku ngga apa-apa, tolong jangan
nangis didepan aku, aku ngga mau dianter dengan tangisan’ itu kalimat semangat
yang dia kasih ke kita sementara dia udah lemah. Dia dirawat 3 bulan dirumah
sakit, sehari menjelang ulang tahun pernikahan orangtuanya dia berusaha senyum,
dia nyuruh aku beli cake buat papa mamanya, dirumah sakit kita ngerayain
anniversary papa dan mamanya semuanya ngumpul, dia bilang ‘Ma, terimakasih udah
menlahirkan aku kedunia ini, terimakasih untuk cinta yang mama dan papa ajarkan
yang ngebuat aku tahu gimana indahnya jatuh cinta. Terimakasih buat semangat
yang mama dan papa kasih sampe aku bisa kuat ngadepin penyakit ini. Kalian jangan
sedih, jangan nangis, aku aja yang sesakit ini
masih bisa senyum, jangan sesali diri kalian jika aku meninggal karna
penyakit ini, aku sayang kalian semua’ dia juga menitipkan surat buatmu”
Riri, setelah kamu baca surat kecil
ini mungkin semua sudah kamu lupakan, aku dan semua yang pernah kita jalani
dulu. Jangan benci aku yang pecundang ini Ri, cinta aku ngga bisa ngalahin
penyakit ini, aku ngga mau kamu semakin sakit karna penyakit yang aku punya
ini. Maafin aku Ri, maafin aku, aku ngga bisa memulai apa yang kamu mau, bahkan
aku menghentikan semuanya sebelum sempat kita jalani, aku percaya kamu bisa
bahagia tanpa aku, aku ngga berarti apa-apa buat kamu dengan penyakit yang aku
punya, itu sebabnya aku menghilang. Terimakasih untuk waktu yang pernah kamu
luangkan buat aku Ri. Aku sakit, tapi aku bersyukur, karna diberi kesempatan
mengena kamu. Aku sayang kamu Riri. Makasi untuk panggilan Jelo dari kamu, terimakasih pesan lagu darimu, sekarang aku benar-benar terjatuh untukmu-' fall for you'.
Sammy
“kenapa aku harus tahu
sekarang, kenapa aku ngga dikasih tahu? Kamu harusnya tahu Yan, ini lebih
sakit, aku udah jahat, aku udah benci sama dia, aku.....” perasaanku campur
aduk saat itu, aku mau marah, tapi aku ngga bisa. “Itu permintaan Jelo, Ri. Maafin
aku”. Ini ‘Jendela Derita’ yang sesungguhnya, saat itu air mataku sudah
bagaikan air hujan, deras, tak terbatas dan terus mengalir, dia berhasil,
membuatku jatuh cinta terlalu dalam, dan sakit terlalu dalam karna tak bisa
merasakan sakit yang dia punya waktu itu, aku seolah bagai wanita yang paling
jahat. Hari itu juga aku pergi kerumah sederhana yang Jelo punya, aku bukan
wanita kuat, aku tidak kuat seperti dia.
“Jelo, aku menyapamu
disini dengan sisa air mata yang aku punya, dengan sedikit senyum yang kau titipkan,
aku tak sekuat kamu Sammy, bahkan saat kamu ninggalin aku tanpa pesan waktu
itu. Aku mengikhlaskan perasaanku kau bawa, walau tanpa balasan, seperti kamu
mengikhlaskan nafasmu pada alam ini. Terimakasih Jelo, untuk waktu yang
singkat, dan kenangan yang kamu titipkan. Aku sayang kamu. Aku mengisahkanmu
dalam jendela deritaku. Selamat istirahat Sammy.”
noratio.valentina.simanjuntak
palembang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar